Minggu, 05 Maret 2017



Media dalam Kajian Budaya

            Jika kita menyalakan televisi saat ini, seakan-akan adalah hal lumrah ketika yang muncul adalah sosok perempuan putih, langsing, tinggi, rambut lurus, menggunakan riasan dan tentu saja mereka diidentikan sebagai perempuan yang cantik. Sedangkan laki-laki adalah mereka yang bertubuh tinggi, putih, dengan potongan rambut tertentu dan disebut tampan. Apa yang ditayangkan di media ini seolah-olah secara natural menjadi sebuah pembenaran akan definisi cantik dan tampan. Berbanding terbalik, wajah-wajah dengan warna kulit gelap, berambut keriting, jarang menghiasi televisi Indonesia apalagi menjadi pemeran utama dalam sebuah sinetron. Hal ini salah satunya disebabkan mereka yang berada diluar kategori putih, tinggi, langsing sering dianggap tidak cantik/tampan bahkan terkadang menjadi bulan-bulanan di masyarakat. Tak kuasa menahan kekerasan verbal, banyak diantara mereka berusaha untuk merubah tubuhanya dengan membeli berbagai produk yang mampu memutihkan kulit, meluruskan rambut dan melangsingkan tubuh.

Dari ulasan singkat diatas kita bisa melihat bagaimana media berperan besar sebagai pedagogi yang menuntun manusia untuk berpikir sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh media. Bagaimana cara kita memandang laki-laki dan perempuan, bagaimana cara kita memandang perbedaan suku dan warna kulit, hal-hal apa saja yang benar dan yang salah telah didikte oleh media yang menjadi hakim ditengah-tengah masyarakat. Namun jika kita merenung dan berpikir kembali, apakah semua yang ditampilkan oleh media itu adalah benar? Apakah yang ditampilkan oleh media itu memang menyuarakan kepentingan publik? Apakah ada pihak-pihak tertentu yang sebenarnya dirugikan oleh suara-suara yang muncul di media dan sebaliknya adakah kelompok tertentu yang sangat diuntungkan? Dengan berpikir kritis ini kita diharapkan dapat menyaring informasi yang disampaikan oleh media (media literacy) yang mana dalam tulisan ini juga saya sebagai penulis akan memberikan sedikit ulasan tentang kajian ilmu budaya yang berkontribusi dalam memberikan perspektifnya untuk menyaring dan mengkritik media massa.

Douglas Kellner sebagai salah satu pakar kajian budaya menjelaskan bahwa salah satu titik tolak utama studi ini adalah konsep multikulturalisme. Disini multikulturalisme berbicara tentang bagaimana budaya-budaya dominan yang kerap ditampilkan di media memarjinalkan kelompok-kelompok tertentu seperti perempuan, masyarakat kulit hitam, kaum LGBT, dan berbagai kelompok minoritas lainnya. Maka itu, untuk mengkaji lebih dalam lagi bagaimana media merepresentasikan mereka, disini setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan sebagai kacamata analisis. Pendekatan pertama adalah pendekatan Ekonomi Politik. Studi ini fokus pada hubungan-hubungan sosial, terutama hubungan atau relasi kekuasaan yang memengaruhi produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam hal ini informasi di media (Mosco,1996, hal  104-105). Dengan menekankan pada isu-isu dominasi, ideologi, hegemoni dan transformasi sosial, pendekatan ini berbicara tentang bagaimana budaya dikontrol budaya oleh berbagai kelompok dominan untuk melanggenggkan kekuasaannya di dalam masyarakat. Tentu saja biasanya pemilik media akan terus merajut hubungannya dengan para pembuat regulasi yakni pemerintah agar bisnisnya dapat terus berjalan sesuai rencana. Di sisi lain, pemerintah juga membutuhkan media untuk menyebarkan ideologinya demi melanggengkan kekuasaannya. Dengan demikian informasi yang disajikan oleh media sebenarnya sarat kepentingan pihak-pihak tertentu.

Pendekatan kedua adalah analisis teks. Pada studi ini kita dapat mengamati media baik melalui pendekatan kuantitatif maupun dengan pendekatan kualitatif. Pada kuantitatif, kita dapat menghitung jumlah kata di media yang bersifat diskriminatif ataupun mengandung kekerasan. Sedangkan pada pendekatan kualitatif, kita bisa melakukan analisis dengan menggunakan berbagai teori-teori yang kritis untuk melihat bagaimana media menggambarkan subjek-subjek tertentu dan bagaimana gambaran itu menghasilkan makna tertentu di masyarakat. Salah satu studi yang berhubungan dengan analisis teks ini adalah semiotika. Melalui semiotika ini kita dapat melakukan investigasi terhadap makna-makna yang tidak hanya tertulis, namun juga nonverbal seperti makna dari audio-visual yang ditayangkan di berbagai media saat ini.

Pendekatan terakhir adalah penerimaan dan penggunaan teks-teks budaya. Pendekatan ini melihat bagaimana masyarakat menerima teks-teks yang ditampilkan oleh media dan memaknainya. Misalnya media sering menayangkan sosok perempuan berada di dapur, maka pendekatan ini akan mengkaji bagaimana persepsi masyarakat terhadap representasi akan peran perempuan tersebut. Namun poin penting yang juga harus dipahami disini adalah bahwa setiap orang memaknai teks tersebut secara berbeda. Hal ini tentu saja dikarenakan adanya perbedaan budaya, ideologi, ras, kelas, dan pengalaman seseorang. Maka itu, berbeda dengan teori kritis yang tidak melihat kelompok-kelompok yang resist, melalui pendekatan ini kajian media juga mengkaji kaum-kaum tertentu yang melakukan perlawanan atas apa yang ditampilkan oleh media.

Referensi:
Kellner, Douglas. Cultural Studies, Multiculturalism, and Media Culture
Mosco, Vincent. 2009. The Political Economy of Communication Second Ed. SAGE:London.